PT Kontak Perkasa Futures - Belum sampai tengah hari, sengat matahari Palu, Sulawesi Tengah, sudah begitu tajam, Rabu, 10 Oktober 2018. Sinarnya menerobos rongga-rongga tenda pengungsi di Kampung Petobo Atas, wilayah terdampak likuifaksi gempa Palu.
Panas terik membuat pipi Rizki Andikaningrum, 25 tahun, salah seorang pengungsi, memerah. Dahi perempuan berkerudung itu berpeluh, tapi dibiarkannya mengalir tanpa diseka. Ini sudah hari ke-10 ia menahan panasnya matahari Palu siang hari. "Enggak kuat panasnya." Tangannya menggenggam kertas tebal yang dikibas-kibaskan ke dekat wajahnya.
Pengungsian Kampung Petobo Atas terdampak gempa dan tsunami Palu, meranggas. Angin bertiup kencang, namun terasa menyengat kulit. "Di tenda panas, di luar apalagi." Tenda terpal plastik berwarna biru yang cukup untuk menampung 10 orang tak cukup membantu mengurangi panasnya hari. Selimut, cemilan, dan beberapa lembar baju berserakan di dalam tendanya.
Di bawah tenda terpal yang dihuninya bersama keluarga itu, Rizki merindukan siang di dalam rumah yang nyaman, di bawah atap genting. “Palu panas, tapi kalau di rumah adem,” kata Rizki sambil melempar pandangannya ke arah bekas rumahnya yang dihabisi likuifaksi saat gempa Palu, 28 September 2018. Rumahnya roboh tak bersisa. “Dulu, rumah saya di sana,” ujar dia sambil menunjuk ke arah Petobo.
Rizki berharap pemerintah segera merekonstruksi rumahnya dan rumah para tetangganya, pengungsi gempa dan tsunami Palu. Harapan Rizki disampaikannya bersamaan dengan kedatangan Wakil Wali Kota Palu Sigit Purnomo alias Pasha Ungu ke pengungsiannya. Penyanyi itu, bersama Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin menyerahkan bantuan logistik dari warga Sumatera Utara.
Senyum Rizki terkembang, namun ia tak berminat mendekat seperti pengungsi gempa Palu lainnya yang mengerubungi pejabat itu. Ia hanya memandang dari jauh lalu memilih kembali ke tendanya. Kipas kertas itu tak lepas dari tangannya. - PT Kontak Perkasa Futures
Sumber: Tempo.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar