PT Kontak Perkasa - Indonesia dan Australia telah sepakat menandatangani Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement/ IA-CEPA). Kesepakatan diteken pada Senin 4 Maret 2019.
Dalam perjanjian tersebut, ada keuntungan yang bakal didapat Indonesia seperti mendapatkan fasilitas 100% bebas bea masuk ke Australia. Sementara, secara bertahap, Australia mendapatkan bebas bea masuk ke Indonesia sebesar 94%.
Hanya saja, peneliti dari INDEF Bhima Yudhistira menilai bahwa dari perjanjian itu Indonesia berpotensi dibanjiri beberapa komoditas pangan dari negeri kanguru.
"Produk pangan yang akan banjiri Indonesia salah satunya gandum, garam, sapi, dan buah buahan," kata Bhima saat dihubungi, Jakarta, Jumat (8/3/2019).
Berdasarkan data BPS, Bhima mengungkapkan impor gandum dari Australia mencapai 5,1 juta ton atau naik 34,2% per 2017 dibandingkan tahun 2013.
Sementara impor sapi tercatat 85 ribu ton naik 108% sejak 2013. Lalu untuk impor garam mencapai 2,3 juta ton atau meningkat 45,5%. Impor buah-buahan dari Australia 27 ribu ton atau naik 22%.
Data tersebut, lanjut Bhima tercatat sebelum adanya perjanjian IA-CEPA. Dikhawatirkan, usai adanya kesepakatan beberapa komoditas pangan dari negeri kanguru semakin membanjiri pasar domestik.
"Dengan perjanjian ini pastinya produk Australia makin menekan produsen lokal. Garam, sapi kan kita produksi dalam negeri juga," ujar dia.
Menurut Bhima, jika gempuran produk impor dari Australia terjadi maka para petani dan peternak yang terkena dampaknya bisa beralih profesi ke sektor yang lebih menguntungkan.
"Kalau digempur impor insentif bagi petani lokal berkurang. Mereka bisa saja jual ladang dan ternaknya untuk pindah profesi lain yang lebih untung," ujar dia.
Oleh karena itu, kata Bhima, pemerintah bisa mengantisipasi gempuran produk impor dari Australia dengan memainkan hambatan non tarif.
"Banyak cara misalnya lewat kebijakan kuota impor, kewajiban importir kerjasama dengan petani lokal, dan safeguard," ungkap dia. - PT Kontak Perkasa
Dalam perjanjian tersebut, ada keuntungan yang bakal didapat Indonesia seperti mendapatkan fasilitas 100% bebas bea masuk ke Australia. Sementara, secara bertahap, Australia mendapatkan bebas bea masuk ke Indonesia sebesar 94%.
Hanya saja, peneliti dari INDEF Bhima Yudhistira menilai bahwa dari perjanjian itu Indonesia berpotensi dibanjiri beberapa komoditas pangan dari negeri kanguru.
"Produk pangan yang akan banjiri Indonesia salah satunya gandum, garam, sapi, dan buah buahan," kata Bhima saat dihubungi, Jakarta, Jumat (8/3/2019).
Berdasarkan data BPS, Bhima mengungkapkan impor gandum dari Australia mencapai 5,1 juta ton atau naik 34,2% per 2017 dibandingkan tahun 2013.
Sementara impor sapi tercatat 85 ribu ton naik 108% sejak 2013. Lalu untuk impor garam mencapai 2,3 juta ton atau meningkat 45,5%. Impor buah-buahan dari Australia 27 ribu ton atau naik 22%.
Data tersebut, lanjut Bhima tercatat sebelum adanya perjanjian IA-CEPA. Dikhawatirkan, usai adanya kesepakatan beberapa komoditas pangan dari negeri kanguru semakin membanjiri pasar domestik.
"Dengan perjanjian ini pastinya produk Australia makin menekan produsen lokal. Garam, sapi kan kita produksi dalam negeri juga," ujar dia.
Menurut Bhima, jika gempuran produk impor dari Australia terjadi maka para petani dan peternak yang terkena dampaknya bisa beralih profesi ke sektor yang lebih menguntungkan.
"Kalau digempur impor insentif bagi petani lokal berkurang. Mereka bisa saja jual ladang dan ternaknya untuk pindah profesi lain yang lebih untung," ujar dia.
Oleh karena itu, kata Bhima, pemerintah bisa mengantisipasi gempuran produk impor dari Australia dengan memainkan hambatan non tarif.
"Banyak cara misalnya lewat kebijakan kuota impor, kewajiban importir kerjasama dengan petani lokal, dan safeguard," ungkap dia. - PT Kontak Perkasa
Sumber : detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar